Rabu, 19 Maret 2014

Kebutuhan Migas dalam Skala Global

Oleh : Lia Dahliasari
NIM : 1701344163
Kelas : 02PA3


blogs.nicholas.duke.edu
Apabila kita membahas masalah kebutuhan minyak dan gas dalam skala global, tentu tidak terlepas dari peran dan masalah Nasional. Tata kelola industry migas Mancanegara memiliki tiga fungsi yaitu kebijakan (policy), regulasi (regulatory), dan komersial (commercial). Indonesia berperan dalam men-supply pasokan minyak mentah sebagai upaya memenuhi permintaan global, walau hanya berperan sebagai “pemilik lahan”, bukan “penggarap”.
Di Indonesia yang memiliki fungsi komersial adalah Pertamina. Pertamina sebagai NOC berkontribusi terhadap produksi Nasional yang relatif kecil dibandingkan NOC negara lain. Sehingga kita sering menyebutnya sebagai kedaulatan migas negara Indonesia jatuh ke tangan asing karena Indonesia cenderung menikmati peran sebagai boss yang menerima bagi hasil dari kontraktor (IOC). Indonesia merupakan pelopor penggunaan Production Sharing Contract (PSC) yang diadopsi dari sistem paron; bagi hasil anatara penggarap dan pemilik.
NOC yang berlaku di negara anggota OPEC seperti Saudi Arabia (Aramco), Iran (NIOC), Kuwait (KOC), Venezuela (PDVSA), Qatar (QP) mencapai 90% produksi domestik. Bagi non-APEC, NOC mencapai 90% seperti Meksiko (Pemex) dan Brazil (Petrobras). Libya (LNOC) dan Aljazair (Sonatach) menguasai 80% produksi domestik. Malaysia (Petronas), Nigeria (NNPC), UEA (ADNOC), China (CNPC) menguasai 50% produksi nasional. 40% produksi nasional Angola (Sonangol), sementara Indonesia (Pertamina) tidak lebih dari 25% menguasai produksi nasional.

Membahas sistem kontrak yang terjadi dalam menjalankan usaha Migas, memiliki dua cara yaitu Business to Business (B2B) dan Business to Government (B2G). PSC di India, Oman, Yaman dan Jordania  yang berkontrak adalah Pemerintah (Kementrian) dengan perusahaan migas internasional (B2G). Malaysia yang berkontrak Petronas dan IOC (B2B), di Brazil  yang berkontrak Pemerintah (diwakili ANP yang berada dibawah Kementrian) dengan perusahaan migas (B2G). Kontrak kesepakatan LNG Papua Nugini berlangsung antara Pemerintah dengan Perusahaan migas Esso (B2G). Kontrak antara Pemerintah dengan Investor tidak hanya melalui dokumen kontrak (Concession Agreement atau Production Sharing Contract), namun jika investor bersengketa dengan Pemerintah, tentu mereka akan mengajukan masalah tersebut melalui atribusi internasional seperti Bilateral Investment Treaty (BIT).

Telah dijelaskan pada paragraf awal bahwa konsumsi energi dunia terhadap migas meningkat sebesar 56%. EIA atau disebut juga Badan Informasi Energi Amerika Serikat dalam Energy Outlook 2013 (IEO 2013) menjelaskan bahwa bruto riil dunia meningkat 3,6%/tahun hingga 2040. Pada 2020 penggunaan energi meningkat 630 kuadriliun btu (quads) dan pada 2040 820 quads. Untuk presentasi konsumsi energi di luar Negara anggota OECD melonjak 90%, sementara untuk anggota OECD hanya sekitar 17%.
Diperkirakan 80% bahan bakar fosil memasok kebutuhan energy dunia hingga 2040. Sementara minyak diperkirakan akan turun menjadi 28% pada 2040. Dan nuklir akan menjadi energi yang mengaami kenaikan pertahunnya sekitar 2,5%. Sementara untuk penguasa pangsa pasar minyak Negara-Negara OPEC masih berperan hingga 2040. Untuk batubara, diperkirakan akan tumbuh lebih cepat dibandingkan minyak bumi pada 2030 karena China akan menjadi negara pengimpor batubara terbesar.
Dengan adanya permintaan global terhadap migas yang semakin meningkat, produksi shale gas Amerika Serikat meningkat sejak 2006. Dan ini dianggap ancaman oleh LNG Australia yang melakukan investasi besar-besaran dalam produksi migas, karena impor dari AS lebih murah daripada harga LNG tradisonal. Tambahan pasokan minyak non-konvensional dari AS dan Kanada diperkirakan mencapai 12 juta barel per hari, urutan kedua setelah Saudia Arabia. Pada waktu mendatang, penghasil minyak meningkat dan posisi empat besar diduduki oleh Amerika Serikat, Kanada dan Brazil serta Irak yang mewakili Timur Tengah.
Namun, proses produksi migas non-konvensional itu memberikan dampak baru terhadap dunia internasional, yaitu isu lingkungan. Teknologi fracturing dalam skala besar dikhawatirkan mengkontaminasi air tanah dan masalah lingkungan yang lainnya. Namun di luar itu semua, kebutuhan terhadap pasokan migas dapat diatasi. Dan, permintaan global terhadap migas membuat pihak-pihak berpikir kreatif karena desakan sehingga menghasilkan sebuah terobosan yang bermanfaat.

www.livets-mening.nu
www.permanentculturenow.com
Sumber :
 

2. http://www.neraca.co.id/article/38871/Penguatan-Kedaulatan-Migas-Nasional

3. http://id.berita.yahoo.com/dua-lapangan-minyak-petronas-dikelola-tenaga-kerja-indonesia-061514621--finance.html

5. http://www.neraca.co.id/article/38871/Penguatan-Kedaulatan-Migas-Nasional  

6. http://id.berita.yahoo.com/dua-lapangan-minyak-petronas-dikelola-tenaga-kerja-indonesia-061514621--finance.html



0 komentar:

Posting Komentar