Lia Dahliasari
1701344163
02PA3
1701344163
02PA3
blogspot.com |
Merkantilisme berkembang pada abad
ke-18 di kawasan Eropa Barat dengan tujuan untuk melindungi perkembangan perdagangan
dan kekayaan suatu negara. Pada umumnya merkantilisme berupaya meningkatkan
produksi ekspor namun membatasi import. Pada masa itu, daerah jajahan negara
penganut merkantilisme untuk menghasilkan bahan mentah kemudian menjadi
konsumen hasil produksi negara penjajahnya. Sesuai perkembangan jaman,
merkantilisme mulai berkurang dengan lahirnya sistem liberal. Pertanyaannya
adalah, benarkah sistem merkantilisme pada masa sekarang sudah benar-benar
hilang, atau berubah menjadi “nama baru” yang penerapannya lebih
dimodernisasikan? China adalah negara yang bisa dikategorikan sebagai negara
yang menganut merkantilisme.
Dalam
melindungi kekayaan nasional ini, merkantilis negara mengandalkan kebijakan
proteksionis dengan harapan dapat memperbesar ekspor dan memperkecil impor. Negara
akan diuntungkan dalam kebijakan ini bukan hanya negara itu sendiri tetapi seluruh
aspek kehidupan di dalamnya. Para merkantilis ini memandang negara sebagai zero
sum game karena tidak dapat dipungkiri setiap negara memiliki kepentingan
nasionalnya masing-masing dan merkantilisme inilah merupakan sarana negara
untuk mempertahankan kekayaan dan menarik keuntungan bagi negaranya. Negara
mengatur segala kebijakan yang berkaitan dengan ekonomi. Akan tetapi, nyatanya
dengan memberikan kewenangan akan ekonomi itu kepada negara, banyak sekali hal
baik yang tercipta dalam negara tersebut mengingat sebuah negara tidak hanya
sekedar menjalankan roda perekonomiannya namun juga memikirkan konsekuensi dan
aspek politik ketika negara menerapkan kebijakan-kebijakan ekonominya. Lain
halnya, jika kebijakan ekonomi diserahkan kepada individu atau pasar, yang
mungkin terjadi nantinya adalah saling berlomba untuk memperoleh keuntungan
individu dengan mengabaikan negara sebagai entitas penting.
Salah
satu keberhasilan dari merkantilisme ini terlihat dalam perkembangan ekonomi di
negara Asia, yakni munculnya “Empat Macan Asia” : Hongkong, Korea Selatan,
Singapura, dan Taiwan yang selama tahun 1970-an dan 1980-an yang mengalami
pertumbuhan ekonomi begitu pesat. Ditambah lagi jika kita mengambil contoh
kontemporer, Jepang, yang kini menduduki posisi ketiga setelah Amerika Serikat
dan China sebagai negara dengan kekuatan perekonomian tertinggi di dunia.
Keberhasilan negara – negara ini merupakan realisasi dari strategi
merkantilisme yang mereka terapkan dimana pemerintah begitu berperan aktif
dalam mengatur dan memelihara proses pembangunan ekonomi negara.
Konsep zero-sum menjadi inti dari merkantilisme,
dimana dalam persaingan ekonomi global, akan selalu ada pihak yang untung atau
menang dan rugi atau kalah, sehingga setiap negara harus berjuang keras dalam
penguatan ekonominya untuk mencegah kerugian dan memaksimalkan keuntungan.
Konsep ini sejalan dengan realisme.
Kecenderungan ekonomi politik
internasional saat ini mengarah pada gagalnya penerapan sebuah ideologi ekonomi
yang murni untuk memenuhi kepentingan nasional. Yang menyebabkan ketegangan
dalam persaingan dan saling menyalahkan karena masing-masing pihak dianggap
melanggar kesepakatan perdagangan. Contohnya adalah pertikaian antara
negara-negara barat (terutama Amerika Serikat dan Uni Eropa) dengan China.
Meskipun secara politik China menganut komunisme, secara ekonomi China
cenderung liberal. Sedangkan AS dan E.U. telah lama dikenal sebagai
negara-negara dengan ekonomi liberal yang menolak intervensi pemerintah dalam
kegiatan ekonomi.
Dari Tempo,
disebutkan bahwa China mulai menerapkan kebijakan-kebijakan yang menyulitkan
eksportir Eropa dan AS untuk bersaing di pasar China, seperti perlindungan dan
subsidi industri baja dan tenaga surya sehingga Cina dapat menjual komoditas
ekspornya dengan harga yang sangat rendah di pasar Eropa dan AS. Kebijakan
proteksionisme China adalah respon terhadap pelanggaran komitmen perdagangan
bebas yang lebih dulu dilakukan oleh negara-negara barat, misalkan dalam kasus
AS yang memberikan bantuan pada enam proyek energi dalam negerinya.
Jika negara barat melakukan upaya
‘balas dendam’ dengan menarik investasi dan membatasi impor produk dari China,
ini justru mengancam kestabilan ekonomi China. Apabila ekonomi China memiliki
tingkat kemapanan dan kemandirian yang tinggi tidak akan berpengaruh besar
terhadap perkembangan ekonomi. Namun pada kenyataannya China tidak dapat
berdiri sendiri tanpa campur tangan negara-negara barat. Oleh karena itu dapat
ditarik kesimpulan bahwa penerapan kebijakan neo-merkantilis harus disertai
dengan kesiapan dan strategi yang tepat, yang berguna untuk mengantisipasi
resiko kerugian dan segala konsekuensi yang muncul akibat dari interdependensi
antar negara.
blogspot.com |
China sebaiknya memulai ekspansinya
dengan perencanaan yang matang untuk menyaingi negara-negara barat. Dalam hal
ini, China harus menjadikan negara berkembang sebagai targetnya. Negara
berkembang dan negara kecil cenderung mudah ‘dikuasai’ dan China akan memiliki
pengaruh yang besar dalam perkembangan ekonomi mereka dan membuat negara tersebut
bergantung pada China.
Jika kekuatan ekonomi China sudah
berpengaruh, maka China memiliki peluang untuk menyaingi negara-negara barat.
Peluang itu bisa didapat ketika negara barat mengalami krisis. Namun, sebelum
upaya dilakukan, China harus memperhatikan kesehatan, pembangunan kekuatan
dalam negeri dan integritas dalam negeri yang memperkuat pertahanan internal
sebelum melakukan secara eksternal.
blogspot.com |
Sumber :
PAB Online, Amerika
Serikat Pasar Ekspor China Nomor 1, 2011, <http://www.pab-indonesia.com/redaksi/7022-amerika-serikat-pasar-ekspor-china-nomor-1.html>,